.
Oleh: Rushdy Hoesein
Pesawat garuda jurusan Amsterdam siap berangkat sore hari menjelang magrib meskipun setengah terlambat. Tidak tahu kenapa pesawat penerbangan milik Indonesia ini terbang lebih dahulu ke Bali, ke Medan baru terbang ke negeri Belanda. Didalamnya terdapat kurang lebih 50 orang veteran Indonesia dari Jakarta dan Bandung. Rombongan veteran Siliwangi ini diundang oleh Divisi 7 Desember Belanda pada akhir bulan Agustus tahun 1996 yang merayakan ulang tahunnya ke 50. Perhelatan besar bekas musuh pihak TNI di Jawa Barat ini berlangsung dikampemen jenderal Spoor di Ermelo yaitu sebuah desa dekat kota Apeldorn. Rombongan yang sebagian besar adalah perwira pesiunan yang terdiri dari 3 Let.Jen, 2May.Jen, 2 Brig.Jen dan sisanya Kolonel, Let.Kol dan Mayor purnawirawan, dipimpin oleh Let.Jen (purn) Himawan Soetanto. Pak Him saat itu sudah pensiun dengan jabatan militer terakhir pada tahun 1984. sebagai Kepala Staf Umum (KASUM) ABRI. Setelah sebagai Duta Besar di Malaysia tahun 1984-1988, tahun 1993-1998, Pak Himawan menjabat ketua Koarnas Pramuka. Dalam rangka ke Belanda ini sebagai pimpinan rombongan rupanya Pak Himawan telah berangkat lebih dahulu ke Den Haag beberapa hari sebelum kami. Kami bertemu beliau setelah rombongan di Belanda. Saya sendiri saat itu selaku pecinta sejarah militer diikut sertakan oleh organisator rombongan May.Jen RAH Saleh. Inilah untuk pertama kali saya bertemu Pak Himawan. Dalam pertemuan besar dibawah tenda yang mampu menampung 1000 pengunjung , rombongan Siliwangi berhadapan dengan veteran Belanda dari Divisi 7 Desember. Sebagi pengamat saya memprediksi, pasti ada apa-apa. Tapi aneh bin ajaib justru terjadi rangkul merangkul dan saling memperlihatkan foto kenangan. Saat itu untuk pertama kali saya mendengar “Wapens Bruder” artinya sesama bekas pejuang bersenjata. Setelah pimpinan Divisi Belanda aktif Jenderal Strick berpidato, Pak Him juga mendapat kesempatan berpidato. Dan masih banyak lagi acara-acara yang disuguhkan. Tapi tentu saja yang paling berkesan adalah suguhan keliling Belanda dengan bis yang beayanya dibebankan pada Divisi 7 Desember. Terus terang saja, banyak yang untuk pertama kali datang kenegeri kincir angin ini dan itulah mungkin kesan yang menempel sampai akhir hayat mereka.
Setelah peristiwa ke Belanda diatas kami, saya dan Pak Him sering kontak pribadi khususnya dalam rangka memperingati hari-hari besar nasional seperti 5 Oktober (hari TNI), 17 Agustus (hari Kemerdekaan), 10 November (hari pahlawan dsb). Bahkan untuk membina ikatan diantara veteran Siliwangi didirikan yayasan bernama ERMELO Grup. Juga organisasi ini dimaksud untuk untuk membina hubungan persahabatan Divisi 7 Desember dengan Divisi Siliwangi. Hasilnya, terjadilah saling kunjung lanjutan veteran Belanda ke Indonesia dan veteran Indonesia ke Belanda yang terjadi beberapa kali.
Pada suatu hari di tahun 1999, saya dihubungi May.Jen RAH Saleh yang mengajak mengikuti program S2 di Fakultas sastra UI jurusan sejarah. Ternyata ini bersama Pak Himawan soetanto juga. Jadi tahun ajaran 2000-2001 kami bertiga mengikuti program tersebut. Alhamdulillah pada tahun 2003 semuanya lulus dengan predikat sangat memuaskan. Waktu wisuda, Pak Himawan terpilih sebagai siswa tertua dan diminta mewakili teman-teman bersama lulusan termuda saat itu. Kami di wisuda di aula besar rektorat UI. Sungguh sangat membanggakan. Setelah itu kami boleh menggunakan gelar M.Hum (Magister Humaniora) dibelakang nama kami. Namun kebahagiaan itu rupanya tidak berjalan lama. Pak RAH Saleh ternyata dipanggil Rahmatulla lebih daulu. Tiba-tiba beliau sakit dan di rawat di RSPAD sampai akhir hayatnya.
Atas anjuran teman-teman saya melanjutkan pendidikan S3 di fakultas yang sama yang sudah berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya jurusan sejarah. Pak Himawan rupanya juga berminat melanjutkan beberapa tahun kemudian. Tapi fisik beliau tidak fit lagi. Beberapa kali di rawat dan akhirnya harus cuci darah seminggu dua kali. Namun pujian selalu saya sampaikan karena semangatnya untuk berkarya sangat besar. Bayangkan dalam aktifitasnya sebagai tenaga ahli di Pusat Sejarah TNI, Pak Him memimpin penulisan beberapa buku tentang Sejarah Militer. Seperti diketahui pada waktu sebelumnya beliau telah menulis sejumlah buku antara lain, “Rebut Kembali Madiun”, Jenderal soedirman versus Jenderal Spoor”, Long March Siliwangi dan Biografi pribadinya.
Sebenarnya pada tanggal 6 Oktober 2010 ini ada rencana keluarga Soesilo Soedarman yang merupakan suami dari adik Pak Him dan keluarga Himawan Soetanto berencana untuk mengadakan kunjungan keluarga ke museum PETA di Bogor. Sebagaiaman diketahui didalam museum tersebut juga ada lemari eksibisi khusus dari almarhum Jenderal Mayor Mohamad mantan Daidancho PETA tahun 1943-1945 dan merupakan Panglima Militer Jawa Timur yang pertama. Pak Mohamad mantan Residen Lampung tahun 50-an ini adalah ayah Pak Him dan mertua Pak Soesilo Soedarman.
Manusia boleh berencana, hanya Allah yang dapat menentukan. Tanggal 2 Oktober 2010 Pak Him mengalami demam tinggi sehingga sempat mengigau. Oleh karena itu beliau dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto yaitu rumah sakit yang secara tetap melakukan cuci darah. Sejak itu beliau dirawat di Pavilyun Kartika kamar 209. Tapi keadaannya bertambah parah sampai pada tanggal 15 Oktober 2010 terpaksa dirawat di ruang ICU. Saat itu kesadaran beliau sudah berangsur lemah dan pada tanggal 20 Oktober 2010 jam 9.00 kurang 5 menit beliau telah wafat sesuai dengan hasil pemeriksaan dokter. Selamat jalan sahabatku. Kita berdoa semoga beliau mendapatkan tempatnya disisiNya sesuai dengan amal ibadahnya. Dan kepada keluarga yang ditinggalkan kuat imannya atas percobaan ini. Amin.
Let.Jen Himawan Soetanto dimakamkan di makam Pahlawan Cikutra Bandung dengan upacara militer. Sejumlah kerabat, handai tolan dan teman seperjuangan hadir mengiringi jenazah dibawa kemakaman dan menyaksikan prosesi upacara pemakaman dengqn hikmat.