LPI dan Era Sepakbola Industri
Jakarta– Publik sepakbola tanah air hingga saat ini masih memperbincangkan “persaingan” antara kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) yang dihelat PSSI dengan kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) yang digulirkan PT Liga Primer Indonesia. Mereka juga bertanya-tanya, seperti apa nanti bentuk kompetisi liga sepakbola profesional Indonesia setelah pengurus baru PSSI terbentuk.
Sangat wajar bila masyarakat penasaran dengan LPI, karena kompetisi bermotto Change The Game ini sudah mengusung sepakbola yang profesional dan mandiri, tanpa menggunakan uang rakyat melalui APBD, sejak mulai bergulir pada 8 Januari lalu di Stadion Manahan, Solo. Sebagai laga pembuka, ketika itu berhadapan tuan rumah Solo FC melawan Persema, Malang.
Kalau ada PSSI, kenapa harus ada LPI? Perlu diketahui, LPI adalah sebuah badan usaha sah secara hukum di Indonesia yang menjalankan kompetisi liga profesional mandiri tanpa penggunaan dana APBD/APBN seperti diamanatkan dalam Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang, Maret 2010.
Hasil-hasil keputusan KSN sudah diterima oleh seluruh masyarakat pecinta sepakbola di Indonesia, mulai pemerintah, KONI Pusat, PSSI, media massa, tokoh masyarakat , dan seluruh masyarakat pencinta sepakbola nasional.
KSN digelar karena keprihatinan pemerintah, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, dan seluruh masyarakat pencinta sepakbola nasional menyikapi prestasi sepakbola nasional yang berada di titik nadir, terutama setelah kegagalan yang memalukan di SEA Games Laos 2009.
Kala itu timnas U-23 tidak pernah menang pada penyisihan grup, sehingga harus angkat koper lebih awal. Senasib dengan tim U-23, timnas senior juga menelan kekalahan dan tersingkir dari babak kualifikasi Piala Asia 2011.
Kompetisi LPI adalah liga profesional mandiri menuju sepakbola industri tanpa menggunakan dana APBD. Sedangkan PSSI justru melindungi liga lain yang menggunakan dana APBD, yang notabene uang dari pajak rakyat. Asal tahu saja, tak satu pun liga profesional di dunia yang menggunakan uang atau pajak rakyat dalam menjalankan kompetisinya.
Tak cuma mandiri, LPI juga membuka pasar dan menghindari praktik monopoli melalui proses tender terbuka untuk kerjasama jangka pendek. Saat ini Indosiar menjadi official tv partner LPI, dan nanti akan disusul stasiun televisi lain.
Nilai kontrak hak siar LPI pun jauh lebih tinggi dibanding nilai kontrak hak siar kompetisi liga lainnya. Bandingkan dengan PSSI yang menyetujui hanya satu stasiun televisi dengan kontrak jangka panjang – dengan nilai kontrak yang sama setiap tahunnya – selama 10 tahun di kompetisi liga lainnya.
Sebagai produk yang dihasilkan dari KSN 2010, LPI juga ingin diakui oleh PSSI. Terlebih lagi, LPI adalah kompetisi liga profesional mandiri yang dapat mendorong sepakbola industri dengan efek ekonomi yang begitu dahsyat, mulai usaha kecil menengah hingga perusahaan multinasional.
Kenyataannya, sampai Senin, 10 April 2011, PSSI tidak mengakui LPI, kendati juga tidak bisa melarang. LPI tetap jalan dengan payung hukum pemerintah melalui Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Kementerian Pemuda dan Olahraga RI.
Barulah pada Senin, 11 April 2011, Kominte Normalisasi (KN) bentukan FIFA mengakomodir LPI. Berdasarkan petunjuk FIFA, Komite Normalisasi memutuskan, mengakomodir seluruh kegiatan LPI di bawah supervisi PSSI sampai kompetisi berakhir. Setelah turnamen berakhir, KN meminta agar konsorsium LPI melapor kepada pengurus baru PSSI guna membahas kelanjutannya dalam sebuah kongres.
Sebagai implementasi rumusan dari KSN di Malang, Maret 2010, LPI merupakan wujud reformasi kompetisi liga profesional mandiri menuju sepakbola industri yang tidak menggunakan lagi APBD. LPI juga berfungsi sebagai Sport Science Institute dan pembinaan sepakbola berjenjang, mulai kompetisi strata dua (profesional), kompetisi strata tiga dan empat (amatir), serta kompetisi usia muda.
PT LPI adalah pengelola liga profesional independen yang didirikan oleh klub-klub profesional dengan menganut azas pembagian manfaat secara transparan dan akuntabel kepada klub peserta. Klub peserta LPI tetap mempertahankan statusnya sebagai anggota PSSI (bukan keluar dari PSSI!).
Konsep reform league atau liga profesional mandiri adalah konsep yang sesuai dengan anjuran FIFA For the Good of the Game Task Force dan AFC Pro-League Committee.Ditinjau dari kepemilikan, saham klub-klub yang bernaung di bawah PSSI adalah 0 persen. Saham klub-klub itu justru dimiliki PSSI (95 persen) dan Yayasan (5 persen). Sementara di PT LPI, 100 persen saham dimiliki oleh klub masing-masing. Nantinya klub-klub LPI akan menjadi milik publik. (Sumarlin)
No | Unsur | Kondisi Liga Sekarang | Aspirasi LPI |
1 | Badan Pengatur | PSSI | BOPI (per-6 Januari 2011) |
2 | Badan Penyelenggara | PT Liga Indonesia | PT LPI |
3 | Afiliasi Regional | AFC | AFC |
4 | Afiliasi Internasional | FIFA | FIFA |
5 | Kepemilikan Saham | PSSI 95%, Yayasan 5%, Klub 0% | 100% Klub |
6 | Pembagian Hak Siar | Hanya Match Fee | 100% Klub |
7 | Pembagian Sponsor Utama | 0% | 100% Klub |
8 | Wasit | Lokal dan Kotroversial | Asing dan Imparsial |
9 | Pendanaan | APBD | Non APBD |
10 | Kontrak Pemain | kepada Individu di Klub | kepada Badan Legal berupa PT |
11 | Komdis dan Komding | Berasal dari PSSI | Independen |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.