Jumat, 08 Desember 2006
Rawagedeh 9 Desember 1947, 59 th yang lalu
Pada 59 th yang lalu, tepatnya tanggal 9 Desember 1947 telah terjadi pembunuhan masal yang dilakukan tentara Belanda didesa Rawagedeh Krawang. Saat itu, pagi hari desa diguyur hujan cukup deras yang mengakibatkan penduduk terpaksa tinggal didalam rumah. Tiba-tiba saja datang serombongan besar tentara Belanda yang melakukan penangkapan terhadap kaum laki-laki, dilanjutkan eksekusi tanpa prosedur hukum. Menurut catatan sebanyak 431 orang terbunuh langsung ditempat. Alasan tentara Belanda melakukan tindakan keji ini adalah mencari gerombolan ekstrimis yang menurut khabar bermarkas didesa tersebut. Selesai melakukan hal ini, pasukan Belanda pergi dari desa, meninggalkan sejumlah mayat yang diterlantarkan begitu saja. Mayat baru selesai dikubur pada sore harinya, atas usaha kaum perempuan. Kini pada lahan kuburan tua ini, didirikan Monumen Rawa Gedeh, dan kuburan lama telah dipugar menjadi kuburan baru dengan nama-nama mereka diatas nisan berbatu marmer. Memang Pemerintah kini telah peduli memperhatikan para pahlawannya, yang mati untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Bagi para pengunjung yang datang, dapat mengunjungi makam, monumen dan musium kecil yang terletak disekitar situ serta bisa ikut membayangkan bagaimana terjadinya peristiwa Rawagedeh. Atas usaha Yayasan Rawagedeh, setiap tahun dilaksanakan peringatan peristiwa Rawagedeh. Dan sejumlah pejuang kemerdekaan serta pejabat Pemerintahan secara tetap melakukan peringatan ditempat ini. Tidak kurang Panglima TNI, Kasad, Gubernur Jawa Barat, Panglima Kodam 3 SILIWANGI, wakil duta besar Belanda dan pimpinan Partai Politik atau LSM tertentu pernah berkunjung ke monumen ini. Bagaimanakah duduk persoalan sehingga terjadi pembantaian ini ?. Cerita pokok yang selalu disampaikan adalah. Dalam usaha tentara Belanda mencari seorang tokoh pejuang bernama Kapten TNI, Lukas Kustaryo yang dianggap musuh no.1 Belanda, maka mereka mendatangi desa Rawagedeh. Menurut pengakuan Lukas belakang hari, dia tidak tahu menahu soal dicari dirinya oleh Belanda. Bahkan dia belum pernah ke desa Rawagedeh. Lalu kenapa kenapa terjadi pembunuhan masal itu ?. Mungkin pemikiran sederhana yang selama ini dikaitkan dengan sejarah, masih belum beranjak pada tindakan sewenang-wenang kaum penjajah. Belanda menganggap rakyat Rawagedeh lah yang harus bertanggung jawab gagalnya pencarian Kapten Lukas tersebut. Padahal masih banyak misteri yang pantas dikaitkan desa Rawagedeh, terutama peristiwa lain yang menyangkut tokoh atau situasi politik-militer saat itu. Misalnya kenyataan bahwa, pada bulan Desember 1947, wilayah Krawang dan sekitarnya, sudah diduduki Belanda, yang merupakan hasil gerakan aksi polisionil pertama mereka, selama 1 bulan sejak tanggal 21 Juli 1947. Dimanakah kesatuan TNI saat itu ?. Rupanya menghadapi perundingan Renville Jnuari 1948, dimana disetujui wilayah Jawa Barat (kecuali Banten) akan diserahkan kepada Belanda, maka kesatuan TNI dari Divisi SILIWANGI siap akan dipindahkan ke Jawa Tengah. Pada umumnya mereka sedang berkemas dan dikonsinyir. Untuk memantau penghentian tembak menembak antara Indonesia-Belanda pada tanggal, 4 Agustus 1947, dibentuklah komisi internasional. Mula-mula apa yang disebut Panitia 6 Konsul (Amerika, Inggris, Cina, Perancis, Australia dan Belgia) dan akhirnya terbentuknya Komisi Tiga Negara (KTN, Amerika, Australia dan Belgia). Tanggal 27 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi untuk realisasi gencatan senjata. Sementara Belanda melalui Konperensi Jawa Barat tanggal 13 Oktober 1947, menunjuk RECOMBA untuk ikut campur mempersiapkan berdirinya negara Pasundan. Dan atas usaha sejumlah tokoh sunda yang pro Belanda didirikanlah Partai Rakyat Pasundan (PRP). Artinya sebelum Renville, Jawa Barat telah bergolak. Rakyat Jawa Barat yang anti Belanda pun ikut bergerak. Diantara para pentolan pemudanya ada seorang anggota API (Angkatan Pemuda Indonesia) Bandung bernama Soedjono. Soedjono kemudian hari (1949) juga muncul dalam pergolakan Kawi Selatan. Bersama sejumlah kelompok bersenjata dari Resimen Macan Citarum, khabarnya Soedjono mengadakan gerakan perlawanan terhadap Belanda didaerah Jawa Barat sebelah utara. Padahal Macan Citarum sebagai bagian dari Laskar Rakyat Rakyat Jawa Barat didaerah Krawang resminya telah dihancurkan TRI pada bulan Mei-Juni 1947. Ketika daerah Krawang diduduki Belanda, Laskar secara sporadis, muncul kembali. Tindakan sempalan Laskar Rakyat ini kadang terhitung brutal. Tentu saja bagi Belanda yang sudah menguasai daerah sekitar Krawang ini merupakan tantangan. Beberapa kejadian, seperti penyerangan patroli Belanda, pembunuhan orang-orang Cina, pembakaran, pemutusan kabel tilpun, pemotongan pohon pinggir jalan yang dipalangkan dan sebagainya banyak dituduhkan kepada kelompok mereka. Adakah hubungannya gerakan PRP, operasi pembersihan gerombolan ekstrimis, akan munculnya pemerintahan Pasundan melalui konpernsi Jawa Barat, dengan peristiwa Rawagedeh ?. Perlu penelitian tersendiri tentunya. Tapi yang pasti mereka yang dengan gigih tetap melawan Belanda saat itu dan gugurnya rakyat sipil yang tidak berdosa ini perlu dihargai dan mendapat perhatian Bangsa Indonesia umumnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.