Selasa, 07 November 2006
Pahlawan 10 November 1945 yang gugur di Ceram
Ketika sedang mencari buku diperpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UI, secara tidak sengaja saya menemukan buku “Koleksi Soe Hok Gie”. Siapa yang tidak kenal orang ini. Seorang sejarawan Fakultas Satra UI. Bahkan cerita dirinya difilmkan berjudul “Gie”. Saya langsung meminjam karena yakin buku ini ada apa-apanya. Judul buku “Sedjarah Bataljon Y”. Mula2 saya berpikir, mengapa Hok Gie mengkoleksi buku ini ?. Bukankah dia tendensius anti bentuk2 kemiliteran dan juga anti kekerasan. Ternyata dugaan saya tak salah. Buku ini antara lain mengkisahkan seorang pahlawan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Dia adalah Mayor Abdullah yang gugur pada tgl 25 September 1950 dalam pendaratan di Negeri Angus Ceram Timur. Saat itu jabatannya komandan batalyon XVII Divisi Brawijaya. Dan keberadaannya dalam medan pertempuran, dalam rangka penumpasan pemberontakan RMS. Sebelum tahun 1945, pekerjaan Abdullah yang asal Gorontalo itu adalah sebagai “Tukang Beca”. Dirinya butah huruf sampai tahun 1947. Dan baru bisa membaca tulis atas bantuan istrinya. Tapi sebagai orang Auto Didact, Abdullah berhasil mencapai karirnya yang cukup tinggi yaitu komandan batalyon. Dalam peristiwa pertempuran Surabaya 1945, Abdullah bersama arek2 Surabaya lainnya, bertempur melawan serdadu asing. Saat itu mula2 bergabung dengan BKR Laut, kemudian menjadi TKR laut (belakangan TLRI) yang merupakan pasukan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Pangkalan VII yang bermarkas didaerah Tanggulangin. Pada tahun 1946, Abdullah memimpin pasukan yang diberi nama “Bajak Laut”. Pasukan ini mampu bertahan disebelah utara Sidoarjo. Dalam pertempuran disekitar Buduran-Sruni, Abdullah mampu memperlihatkan kecakapannya dan keberaniannya. Karena kemampuannya memimpin pasukan itulah pada April 1947, dia di-serahi memimpin barisan “Pelopor” dengan pangkat Kapten. Ketika TLRI direorganisir pada Maret 1948, Barisan Pelopor berubah menjadi “Depot Batalyon”. Markasnya juga pindah kesekitar Lawang. Sebagai komandan Abdullah naik pangkat menjadi Mayor. Berdasarkan dekrit wakil Presiden, September 1948, TLRI dilebur menjadi TNI. Dan Depot Batalyon, menjadi Batalyon XVII, Brigade I Divisi Brawijaya dibawah Kolonel Sungkono. Perlu diketahui, ketika berlangsung perundingan Linggajati Kapten Abdullah adalah pimpinan pasukan TLRI yang bertugas didaerah Kuningan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.