Minggu, 30 Agustus 2009

PANERAI Luminor PAM 112 Manual 44mm

Merek Panerai sering disebut sebagai salah satu contoh hebatnya sebuah branding produk hingga bisa mendapatkan posisi terhormat di dunia horology. Merek ini pertama kali diperkenalkan (tepatnya ditenarkan) oleh Slivester Stalone yang menggunakan jam ini di film Daylight. Sly saat berjalan-jalan di Italy menjumpai sebuah toko jam yang tidak begitu besar yang menampilkan produk dengan desain yang sangat maskulin sehingga dia tertarik untuk membeli beberapa buah dan dibagikan ke rekan-rekannya. Sejak film itulah akhirnya merek ini meroket dan begitu banyak dicari oleh Paneristi (penggila Panerai).

Tidak terkecuali dengan saya! saya sudah jatuh cinta dengan desainnya yang sederhana namun kuat ini sejak hampir setahun lalu. Saat itu saya melihat merek ini sebagai salah satu 'my dream watch' yang harus saya miliki suatu waktu. Dan ternyata penantian saya terwujud lebih cepat dari perkiraan saya! Saya memilih tipe ini sebagai pilihan awal saya karena PAM 112 adalah entry level dari Panerai. Tipe ini masuk dalam Historic lineup Panerai karena desainnya memang sama dengan desain Luminor pada saat pertama kali dibuat pada akhir tahun 1930-an.

Jam ini saya dapatkan masih dengan kelengkapan standard-nya seperti box, obeng pembuka strap, rubber strap cadangan dan surat sertifikat. Tali kulit yang melekat pada jam adalah terbuat dari kulit warna hitam. PAM 112 ini merupakan seri F yang diproduksi tahun 2003 sebanyak 1700 buah. Salah satu keunikan Panny (demikian Panerai sering disebut) adalah produksinya yang selalu dibatasi setiap tahun, namun bukan berarti bahwa jam ini limited edition. Seri PAM 112 masih terus diproduksi sampai tahun 2008 dengan jumlah item 2000 buah saja. Mungkin strategi inilah yang membuat Panerai dilihat begitu eksklusif. Seri yang berbarengan dengan tipe ini adalah PAM 111 yang memiliki perbedaan pada penambahan jarum detik di posisi angka 9. Semula saya pikir lebih baik tipe PAM 111 karena memang lebih seperti 'jam bener' karena ada jarum detiknya. Namun saya lihat PAM 112 ini ternyata dibuat jauh lebih sedikit dari saudaranya itu. Sebagai perbandingan, pada awal produksi tahun 2002 PAM 111 dibuat sebanyak 3500 bh sedangkan PAM 112 hanya dibuat sebanyak 1200 bh. Tahun 2003, PAM 111 dibuat 4000bh, PAM 112 hanya sebanyak 1700 dan begitu seterusnya jumlah PAM 112 selalu lebih sedikit jumlah produksinya.
Salah satu hal yang selalu dilakukan oleh para Paneristi adalah memiliki beberapa alternatif leather strap pengganti. Mereka sering bereksperimen dengan mengganti tali kulit dalam berbagai warna dan finishing. Saat kali pertama, saya langsung mengganti tali kulit original dengan tali generik ukuran 24mm berwarna coklat dan memang aura yang dimunculkan jam ini berbeda sekali dan frankly speaking, saya lebih suka penampilan barunya. Kegemaran ini memunculkan bisnis baru yang kini semakin banyak yaitu pembuatan custom strap untuk panny. Salah satu pembuat strap dengan desain dan kualitas baik ada di Indonesia yaitu Pak Peter yang mengerjakan semua strap by hand dan dilakukan oleh beliau sendiri.

Tidak seperti desain dial panny yang baru, desain dial PAM 112 ini menggunakan teknik painted dial dan sejak tahun 2005 Panerai banyak mengadopsi desain dial Sandwich dial, dimana dial terdiri dari 2 lapisan. Perubahan lain adalah tulisan dibawah angka 6 masih menggunakan tulisan 'L SWISS L' yang kemudian pada desain berikutnya berubah menjadi 'L SWISS MADE L'. Casing berdiameter 44mm namun terasa nyaman saat dipakai mungkin hal ini disebabkan karena proporsi antara lebar jam (casing) dan tinggi jam pas sehingga jam tidak bergeser-geser di pergelangan.

Movement yang digunakan berbasis ETA Cal.6497 manual wind 17 jewels dan memiliki 21,600 bph. Panerai menyebut movement ini dengan Cal.OP X. Desain caseback dibuat transparan dan terlihat movement yang di dekor dengan tulisan PANERAI. Uniknya tulisan PANERAI pada movement itu tidak ada yang komplit, misal hanya PANE, NERAI dll. Konon hal ini disengaja sebagai salah satu cara untuk menghindari pemalsuan, namun saya rasa sih pola ini masih bisa ditiru oleh para pemalsu jam. Panerai memutuskan untuk mengganti pola dekorasi movement seperti ini mulai tahun 2005, dan menggantinya dengan pola Cotes de Geneve sampai sekarang.

Sudah beberapa hari ini jam inilah yang seringkali saya pakai karena memang bagus sekali kalau dipakai. Seorang rekan yang juga penggemar jam mengatakan jam ini memang keliatan bagus kalo dipakai (apa mungkin tangan saya yang fotogenic ya???).



Penangkapan dr AK Gani

Tanggal 21 Juli 1947, Belanda mulai melancarkan Agresi militernya. Saat itu Wakil Presiden Hatta sedang berada di Sumatera. Mantan Perdana Menteri Sjahrir berhasil meloloskan diri keluar negeri yang nantinya pada bulan Agustus 1947 berbicara dalam sidang PBB untuk membeberkan keganasan Belanda tersebut. Tapi sebelum itu setelah dari India, dia sempat menyusul H.Agus Salim di Timur Tengah yang telah lebih dahulu tiba di Cairo. Memang salah satu tugas H.Agus Salim bersama sejumlah anggota pemerintahan seperti AR Baswedan adalah sedang membuat perjanjian dengan negara-negara Arab dalam rangka mereka memberikan dukungan terhadap Revolusi Indonesia. Saat itu Perdana Menteri RI sejak awal Juli 1947 adalah Mr Amir Sjarifudin. dr AK Gani mantan menteri Kemakmuran diangkat sebagai wakil Perdana Menteri. Seperti biasa dia berkantor dan tinggal di Rumah Proklamasi jalan Pegangsaan Timur no.56 Jakarta. Pada tanggal 24 Juli 1947, rumah milik Republik Indonesia ini diserbu tentara Belanda dan seluruh penghuninya ditangkap. dr AK Gani adalah pejabat paling tinggi yang berada disana. Bersamanya ditangkap sejumlah pegawai Republik Indonesia termasuk para pengawal. Penggeledahan juga dilakukan tentara Belanda yang menemukan sejumlah besar senjata dan amunisi. Ada tulisan yang menceritakan kalau pimpinan penangkapan adalah Westerling ? Dan terjadilah dialog antara Westerling dengan dr Adnan Kapau Gani (lulus dokter dari GH pada tahun 1937). Westerling : "Saya Westerling pimpinan Pasukan Khusus (KST-DST) Kerajaan Belanda".dr AK Gani tidak mau kalah dan bilang : "Saya AK Gani penyelundup terbesar dari Indonesia musuh Belanda" Apa benar Westerling yang datang kesitu dan dialog ini benar ?

Jenderal Sudirman bisa menerima supremasi sipil ?

Dalam bukunya "Laporan dari Banaran" Pak Sim (panggilan akrab May.Jen TB SImatupang) pada halaman 194-195 bercerita. Ketika pemerintah RI kembali ke Yogya (6 Juli 1949) sebetulnya Pak Dirman sedikit keberatan untuk kembali. Tapi karena ada surat Sri Sultan HB ke IX dan surat Kolonel Gatot Soebroto serta pemimpin lainnya yang meminta supaya lekas pulang, akhirnya Pak Dirman bersedia kembali ke Yogyakarta. Setelah berangkat dari Markas Besar Gerilya didesa Sobo daerah Pakis Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan menuju Yogya, Pak dirman sebentar menunggu sambil menanti kedatangan Pak Sim. Pak Sim menjemput bersama May.Jen Soehardjo. Setelah istirahat sebentar ketiganya memasuki mobil yang akan membawa ke Yogya. Dari pembicaraan didalam mobil, tampak Pak Dirman belum bisa menerima perkembamngan terakhir (maksudnya berunding dengan Belanda). Hal ini dapat dipahami sebab mereka yang pernah mengalami perang rakyat sejak beberapa bulan terakhir, telah hidup dengan alam pikiran yang berbeda sama sekali dengan para pemimpin (sipil) yang menjalankan perundingan dengan Belanda di Jakarta maupun di Bangka. Namun Pak Dirman membenarkan juga bahwa sekarang ini tidak ada jalan lain melainkan mendukung persetujuan yang dicapai sambil menyusun kekuatan. Cuma Pak Dirman bermaksud mengemukakan usul dan saran untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menimbulkan kekecewaan kelak. Dalam amanat Panglima Besar tanggal 1 Mei 1949, memang telah dikatakan : "Saya telah bersiap lengkap dengan syarat-syarat dan usul-usul mana saya sesuaikan dengan jiwa dan semangat dan jiwa perjuangan tentara dan rakyat pada dewasa ini, pula mengingat serta memperhatikan suara-suara dari para komandan terutama yang langsung memimpin pertempuran ". Beberapa tahun yang lalu ada isue kuat bahwa konflik internal antara pimpinan sipil dan militer sudah mulai berkembang saat itu. Kini setelah 64 tahun berakhirnya perjuangan gerilya khususnya setelah Pak Dirman kembali ke Yogya, apakah tidak perlu ditelusuri ulang detik-detik peristiwa sehingga kebijakan akhir adalah Supremasi sipil tetap diatas kekuasaan militer ?

Sabtu, 29 Agustus 2009

Komparasi Omega Flightmaster Cal.911 dan Seamaster Chronograph Cal.1040

Salah satu alasan kenapa saya melakukan komparasi kedua jenis Omega ini adalah, karena keduanya masuk dalam product Pilot lines vintage dan keduanya merupakan collectible item untuk Omega sport vintage. Khusus untuk Omega seamaster chronograph, tipe ini menggunakan casing yang sama dengan seri Speedmaster Mark III yang dibuat lebih banyak dari seri Seamaster dengan casing sama.

DESAIN DIAL

Kedua Omega memiliki desain dial yang unik. Omega FM memiliki desain dial 2 lapis dimana lapis pertama berupa inner bezel yang dapat berputar dengan menggunakan crown yang berada disisi kiri casing. Yang menarik dari dial FM ini adalah minute track yang dibuat lebar dengan warna putih dan pola minute index yang dibagi menjadi minute index yang lebih kecil dan berselang seling atas-bawah sehingga terlihat seperti pola geometris pada lomba Formula 1. Warna dial utama FM adalah coklat tua (mulai terlihat agak memudar karena proses oksidasi) yang dikombinasikan dengan warna sub register chronograph berwarna matte black sehingga pembacaan sub register menjadi lebih jelas karena perbedaan warna yang kontras. Indeks menit utama FM dilapisi oleh Tritium karena itu pada posisi angka 6 terdapat tulisan T SWISS MADE T. Perbedaan warna jarum jam-menit, jarum chronograph dan jarum GMT dibuat untuk memudahkan pembacaan.

Seamaster chrono memiliki warna dial yang menarik (biru tua) dan sering disebut sebagai Deep Blue. Konstruksi dial juga 2 lapis dimana lapis pertama merupakan penunjuk Tachymeter yang berwarna biru kehitaman. Desain dial dibuat asimetri dengan peletakan 2 fungsi sub register di kiri dan sebuah sub register lagi di bawah. 2 sub register di kiri dibuat bertumpuk yang ditunjukkan oleh jarum (untuk penunjuk detik) dan disc (lempengan) dengan gambar segitiga kecil berwarna biru untuk penunjuk am-pm. Pengukur menit menggunakan jarum besar berwarna orange denga ujung jarum berbentuk pesawat terbang yang menumpuk dengan jarum detik besar yang sewarna (pada gambar diatas terlihat seperti hanya ada 1 jarum orange).

CASING

Kedua jam ini menggunakan desain casing yang mirip yang disebut sebagai VOLCANO CASE, karena bentuknya yang mirip gunung berapi. Kalau saya menyebutnya sebagai casing TUMPENG TERPANCUNG. Konon casing jenis ini sulit sekali dibuat karena membutuhkan waktu yang lebih lama dan rumit daripada membentuk casing konvensional. Karena itu dalam sebuah forum Omega ada yang mengatakan bahwa tipe casing ini sulit untuk dipalsukan. Casing pada Seamaster chrono terlihat lebih tinggi beberapa mm. Dengan tinggi casing 17mm membuat jam ini terlihat sangat unik. Desain casing yang sama juga dibuat oleh seiko dalam produk chronograph automatic mereka seperti Helmet dan Tokei Zara.

Omega FM memang lebih rendah tapi penampangnya lebih panjang dan lebar.
Gambar dibawah menunjukkan perbedaan itu.

CASE BACK

Menurut saya, case back kedua jam ini tidak dibuat secara meyakinkan seperti omega seri dress watch dari tahun-tahun sebelumnya, dimana logo seamonster dan tulisan yang menyertainya dibuat sangat tegas dan kualitas engraving yang baik. Kedua jam ini seperti dibuat seadanya dengan engraving yang tipis dan sederhana. Karena itu tidak heran kalau banyak jam tipe seperti ini logo dan tulisan di case back sudah banyak yang hampir hilang karena tergerus selama pemakaian.

Case back FM hanya terdapat gambar pesawat dan tulisan FLIGHTMASTER sedangkan pada Seamaster hanya ada logo Seamonster dan tulisan SEAMASTER. dan logo Omega.

Omega FM menggunakan movement Cal.911 yang merupakan pengembangan dari Cal.861 milik speedy professional yang sudah menjadi klasik dan dikenal handal. Penambahan fungsinya adalah penunjuk GMT yang bisa diubah secara terpisah. Seamaster Chrono menggunakan movement Cal.1040 yang merupakan movement legenda juga dari Omega. Kedua jam ini menggunakan jenis rantai yang sama karena lebar lugs kedua jam ini sama yaitu 22mm. Termasuk cukup sulit juga untuk mendapatkan rantai Omega dengan lebar lugs 22mm karena tidak banyak jenis Omega sport yang menggunakan rantai selebar ini.

Secara fisik, keduanya tetap sama-sama eye catching karena dari desain dial dan casing. Bagi sebagian orang Omega FM tidak nyaman dikenakan karena posturnya yang lebar dan bobotnya berat. Sedangkan untuk saya pribadi, saya malah lebih merasa tidak nyaman bila memakai seamaster chrono karena desain casing yang tebalnya 17mm dengan ujung mengecil membuat jam seperti tdak stabil saat dikenakan. Apalagi saat mengenakan kemeja lengan panjang, jam ini akan selalu nongol di ujung lengan.

Senin, 24 Agustus 2009

dr Leimena


Toko moderat tiga zaman. Periode Revolusi Kemerdekaan (Menteri Kesehatan), kabinet parlementer (Menteri Kesehatan) dan kabinet terpimpin (Waperdam).

Jumat, 21 Agustus 2009

Lupa-lupa Ingat "Indonesia Raya"

Kompas Cetak Sabtu, 22 Agustus 2009 04:51 WIB
Oleh Saifur Rohman
Lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” karya WR Soepratman terlewat dinyanyikan dalam pidato kenegaraan di Jakarta, Jumat (14/8).Setelah diinterupsi, pada akhir acara Ketua DPRD Agung Laksono mengajak peserta menyanyikan ”Indonesia Raya”. Ini menandakan, acara simbolik, rutin, dan ritual telah melupakan simbol penting sejarah kehidupan berbangsa.Seperti sarapan yang siap di atas meja, tetapi lupa menanak nasi. Disebutkan, kesalahan itu tidak disengaja. Saat geladi bersih, lagu itu ada, tetapi saat pelaksanaan, tiba-tiba ”menghilang”. Hukuman berupa peringatan, sanksi, atau apa pun akibat kelalaian tidak bisa menghapus pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi dalam kesadaran pelaku ritus kenegaraan? Jawabannya menjadi penting jika kita menganggap membangun bangsa didasarkan kesadaran untuk mengingat, bukan melupakannya.
Tidak sadar
Lupa adalah gerakan tidak sadar. Leo Tolstoy dalam Diary (1897) menulis, jika kehidupan berlalu tanpa disadari, kehidupan itu tidak pernah terjadi. Secara psikologis, lupa adalah peristiwa yang menyusup dalam arus kesadaran sehingga ada di luar kendali. Edmuns Husserl melihat, saat peristiwa lupa berlalu, kesadaran melakukan refleksi. Hasil refleksi memutuskan, kejadian sebelumnya telah melupakan sesuatu. Keputusan lupa adalah produk sadar, sedangkan peristiwa lupa itu kejadian di luar sadar. Dalam kajian antropologis terungkap, ritus yang dijalankan dengan tingkat duplikasi yang tinggi dari waktu ke waktu adalah gerakan sadar untuk melawan lupa. Dalam perspektif kebudayaan, pelestarian tradisi pada zaman yang terus berubah bukan melawan perubahan, tetapi melawan diri sendiri agar tidak lalai. Tradisi memang monoton, tetapi itulah satu-satunya cara agar bisa mengingat. Karena itu, produk- produk kebudayaan intangible memerlukan mekanisme mengingat untuk menegakkan harkat kemanusiaan itu sendiri. Wajar manakala Ben Anderson merumuskan entitas kebangsaan sebagai ”komunitas yang dibayangkan” karena entitas itu harus terus dipupuk agar bayangan itu tetap ada. Betapa berat beban negara-bangsa yang lahir setelah Perang Dunia (PD) II. Pelaku negara-negara baru harus kerja keras melawan lupa. Sebab, sebelum PD II, alam kesadaran masyarakat dalam bingkai kolonial. Ritus negara-bangsa yang lahir setelah PD II, termasuk Indonesia, adalah eksplisitasi dari tiap upaya anak bangsa melawan lupa bahwa sebagai ”Indonesia Raya” telah ”merdeka”. Dalam proses melawan lupa itu setidaknya ada dalam syair lagu WR Soepratman. Berdasar analisis semantik, ada tesis bahwa lagu itu memberi wasiat tentang mekanisme melawan lupa. Syair-syairnya berisi identifikasi tentang Indonesia. Jawabannya, Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku. Soepratman lalu menjelaskan asal-usul kita sebagai bangsa. Kejelasan asal-usul itu dimanfaatkan untuk mengingatkan visi ke depan. Dia menegaskan, Marilah kita berseru Indonesia bersatu. Asal-usul dan tujuan itu memberi kerangka pikir bagi tiap individu tentang kehadiran kesadaran baru yang tidak boleh dilupakan. Kerangka pikir itu lalu dibangkitkan dengan Hiduplah bangsaku, hiduplah negeriku untuk Indonesia Raya. Kesadaran sebagai negara-bangsa harus dihidupkan, dihayati, dimaknai. Paralelisme syair itu ada dalam Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. Indonesia dihidupkan dalam kesadaran agar kita tidak melupakan. Pengulangan terus-menerus dan aneka simbol yang diciptakan untuk entitas Indonesia adalah upaya optimal untuk melawan lupa.
Ingat yang lain
Indonesia sudah diproklamasikan sejak 1945. Maka ironis saat lagu kebangsaan terlupa justru dalam ritus melawan lupa. Maka, kita patut mempertanyakan kesadaran kita sebagai bangsa.
Kesadaran untuk ingat sebagai bangsa ternyata tertumpuk kesadaran untuk ingat yang lain. Dan nasionalisme tidak lebih besar ketimbang kesadaran untuk rutinitas baru yang mengatasnamakan demokrasi. Tiap hari elite sibuk kampanye untuk meningkatkan citra. Pebisnis sibuk menggagas pencitraan yang menarik dalam pemasaran calon kepala negara dan kepala daerah. Para selebritas akademisi rutin membangun retorika baru sebagai produk yang dipertontonkan. Lembaga swadaya masyarakat bermodal pengetahuan statistik sibuk mengiklankan diri sebagai akurat dan ahli mengantar orang menjadi pemimpin. Tiap warga sibuk mencari posisi dalam kursi publik. Kita telah berlarut-larut dengan atribut-atribut itu dan melupakan esensi keindonesiaan. Setelah sekian lama kita berlalu, kita patut mempertanyakan kembali pembangunan semangat kebangsaan selama ini.
Saifur Rohman Alumnus Filsafat UGM; Bekerja dan Menetap di Semarang
Gambar atas : Peristiwa yang seharusnya tidak boleh dilupakan. Diiringi lagu Indonesia Raya, pada tanggal 27 Desember 1949, untuk pertama kali Sang Saka Merah Putih dinaikkan dan berkibar diatas puncak Istana Merdeka. Hal ini disambut rakyat dengan gegap gempita. Foto, capture dari film Belanda : souvereiniteit overdracht

Mengenang Diplomat Critchley


Kompas Cetak 21 Agustus 2009
Mengenang Diplomat Critchley
Jumat, 21 Agustus 2009 04:41 WIB
Oleh : Rosihan Anwar
Akhir Juli lalu, TV One mewawancarai saya, siapa orang asing yang mendukung perjuangan Indonesia pada masa perang kemerdekaan? Saya sebut beberapa nama, antara lain Kolonel Laurens van der Post (Inggris), saudagar Jack Abbott (Amerika Serikat), diplomat Thomas Critchley (Australia), Kapten Sen Gupta (India), pengusaha Biju Patnaik (India), dan wartawan Frans Goedhart (Belanda). Tak lama kemudian, saya menerima berita sedih dari Susan di Sydney. Ia mengabarkan, suaminya, Thomas Kingston Critchley, meninggal dunia pada 14 Juli 2009 dalam usia 93 tahun. Sebelum menikah, Susan adalah warga negara AS. Dia bekerja sebagai sekretaris di Perwakilan Indonesia di New York yang dipimpin oleh LN Palar dengan staf Dr Sumitro Djojohadikusumo, Soedjatmoko, Soedarpo Sastrosatomo, dan Charles Tambu. Tanggal 24 Agustus mendatang, Susan mengadakan pertemuan di Pilu Restaurant, Freshwater, untuk mengenang Thomas Critchley. Thomas Critchley sebagai diplomat berusia 31 tahun datang ke Indonesia setelah Belanda melancarkan aksi militer pertama terhadap Indonesia pada 21 Juli 1947. Kendati ada Persetujuan Linggajati yang ditandatangani 25 Maret 1947 dalam Istana di Jakarta, hal itu tidak menghalangi militer Belanda untuk menyapu bersih Indonesia dengan peperangan.
Menunjuk Australia
Belanda menunjuk Belgia untuk mewakilinya pada Komite ini dan Indonesia menunjuk Australia. Kedua negara itu kemudian bersama-sama menunjuk Amerika Serikat. Delegasi Australia diwakili Justice Richard C Kirby dengan Thomas Critchley sebagai deputinya. Indonesia memilih Australia karena negeri ini mendukung kuat perjuangan Indonesia. Serikat buruh Australia terkenal sebagai pemboikot pemuatan ke dalam kapal-kapal Belanda barang-barang untuk digunakan mengembalikan penjajahannya. Ternyata Komite Jasa Baik tidak berdaya karena disabot Belanda yang memang tidak mempunyai maksud baik. Belanda terus menuduh Indonesia melanggar ketentuan gencatan senjata dan memajukan tafsirannya sendiri mengenai pasal-pasal Persetujuan Renville. Dalam keadaan buntu itu, wakil Amerika Serikat dalam Komite, Court DuBois, yang sebelum perang pernah menjadi Konjen AS di Hindia Belanda, bersama Critchley menyusun sebuah rencana usul kompromi guna mengatasi kebuntuan. Prinsip-prinsip itu dikenal sebagai DuBois-Critchley Plan yang disampaikan secara privat kepada delegasi Belanda dan Indonesia tanggal 19 Juni 1948. Dasar Belanda tidak mau menerima, lalu diputuskan perundingan dengan Indonesia dengan memakai alasan ”DuBois telah membocorkan isinya kepada Daniel Schorr, koresponden majalah Amerika, Time, di Jakarta”.
DuBois menyangkal keras sudah menjadi pembocor rencana itu. Yang sebenarnya terjadi ialah Belanda telah memata-matai berita/tulisan koresponden luar negeri yang dikirim melalui kantor pos. Belanda-lah yang membocorkan kepada Daniel Schorr. Notabene berita itu tidak sampai dimuat oleh Time. Belanda terus memojokkan Indonesia. Blokade angkatan lautnya diperketat sehingga praktis tidak ada barang yang keluar atau masuk melalui pelabuhan yang masih dikuasai Indonesia. DuBois kembali ke AS karena kesehatannya terganggu. Kedudukannya digantikan Dr Graham yang terkenal karena ucapannya kepada Perdana Menteri Amir Syarifuddin dalam perundingan di atas kapal Renville, ”You are what you are”. Justice Kirby kembali ke Australia digantikan Tom Critchley.
Belanda melancarkan aksi militer kedua tanggal 19 Desember 1948. Pimpinan pemerintah agung Indonesia ditangkap militer Belanda dan diasingkan ke Prapat dan Bangka. Kembali Dewan Keamanan PBB turun tangan dalam konflik Indonesia-Belanda. Pasal 17 Persetujuan Linggajati mengenai soal arbitrase telah membuat soal Indonesia menjadi masalah internasional Komite Jasa Baik diubah namanya menjadi Komisi PBB untuk Indonesia pada tahun 1948-1950. Ketua delegasi Amerika Serikat adalah Merle Cochran dan ketua delegasi Australia Tom Critchley. Kedua diplomat itu memegang peran membawa Belanda dan Indonesia berunding kembali.
Bintang jasa utama
Sebagai wartawan yang meliput KMB, saya lihat Thomas Critchley sebagai diplomat berusia 33 tahun dengan percaya diri penuh ikut mengemudikan konferensi sampai berhasil. Thomas Critchley hilang dari radar pemantauan saya. Dia menjabat sebagai Duta Besar di Kuala Lumpur sewaktu Indonesia mengganyang proyek kolonialisme Malaysia. Thomas Critchley kembali ke Indonesia sebagai Duta Besar (1978-1981) dan menyelesaikan tugasnya dengan baik untuk merapatkan hubungan Australia-Indonesia. Pada tahun 1992 Thomas Critchley dianugerahi Bintang Jasa Utama dari Pemerintah Indonesia. Upacara penyerahan penghargaan dilaksanakan di Sydney oleh Dubes Indonesia Sabam Siagian yang mengatur, agar mobil yang menjemput Critchley mengibarkan bendera Sang Merah Putih sebagai pernyataan kehormatan bagi Critchley yang menjadi amat terharu oleh beau geste itu. Tom dan Susan bersahabat baik dengan keluarga kami. Pernah dengan menyetir mobil sendiri, Dubes Australia itu membawa istri dan putra-putrinya bersilaturahim ke rumah kami. Terakhir kami bertemu dengan Tom dan Susan saat Zuraida dan saya diundang menghadiri dinner, ketika kami menghadiri Festival Film Asia Pasifik ke-39 di Sydney, Agustus 1994. Dalam Sydney Morning Herald saat itu ada kritik ke alamat Indonesia bertalian dengan soal Timor Timur. Namun, Tom tidak bicara soal politik untuk menjaga suasana batin akrab pada santap malam yang juga dihadiri Ratih Harjono dan ibunya, saat itu koresponden Kompas di Australia. Begitulah sikap Tom Critchley. Selalu diplomatis dan bijaksana (tactful). Kami dari generasi zaman Revolusi mengenang jasa-jasamu bagi perjuangan Republik Indonesia.
Semoga Tuhan memberkatimu, Tom.
Rosihan Anwar Wartawan Senior

OMEGA Flightmaster Manual Wind Cal.911

Omega Flightmaster (FM) sejatinya dibuat untuk para penerbang karena itu dinamakan Flight master. Namun pada banyak bukti sejarah berupa foto, ternyata jam ini juga banyak digunakan oleh para profesional lain. Gambar diatas adalah Alexei Leonov, salah seorang kosmonot Rusia, terlihat mengenakan Omega Flightmaster (FM) selama training sebagai salah satu awak dalam program kerjasama Amerika dan Rusia ASTP (Apollo-Soyuz Test Project). Belum bisa dipastikan apakah Omega FM tersebut juga dikenakan saat berada di ruang angkasa karena saat foto lain diambil dalam kabin pesawat, dia terlihat mengenakan Omega speedy pro sebagai jam resmi NASA.

Omega FM diyakini sebagai salah satu jenis Omega yang tinggi nilai kolektibilitasnya, bersama dengan Omega Speedy Pro Pre Moon dan Seamaster diver 300m vintage. Karena itu nilai jualnyapun selalu tinggi. Omega ini merupakan salah satu varian dari seri Speedmaster yang termasuk dalam tipe Pilot yang dibuat mulai tahun 1969 sampai awal tahun 70-an. Tipe ini adalah varian terakhir yang dibuat oleh Omega yang mendesain jam mekanikal khusus untuk pilot.
Omega FM mengeluarkan 2 versi dengan penggunaan 2 kaliber movement yang berbeda. Generasi pertama menggunakan penunjuk am pm pada sub register. Omega FM yang saya miliki sering disebut sebagai generasi kedua dengan nomor ref. 145.036

Movement dari FM ini sama dengan seri speedmaster pro Cal.861. Perbedaan hanya pada penambahan fungsi GMT yang ditunjukkan dengan jarum berwarna biru. Jarum GMT ini dapat digerakkan secara independen dengan menggunakan crown yang terletak di posisi angka 10. Pada bagian dalam terdapat inner bezel yang menunjukkan pemaigian waktu dalam satuan 60 menit yang dapat berputar. Untuk menggerakkan inner bezel menggunakan crown yang terdapat di posisi angka 8.30.
Omega membuat perbedaan warna pada crown untuk menunjukkan fungsi sekaligus memudahkan bagi para pemakai untuk mengetahui fungsinya. Crwon untuk pemutar jarum GMT diwarnai sesuai dengan warna jarum GMT yaitu biru, sedangkan warna untuk pemutar inner bezel berwarna hitam, sesuai dengan warna inner bezel. Sedangkan untuk kenop chronograph dibuat 2 warna yaitu kuning dan orange. Jarang sekali omega FM yang masih utuh semua warna yang terdapat ada crown dan kenop. Biasanya sudah hilang karena faktor usia atau diganti dengan kenop atau crown tipe baru.



Casing FM ini dibuat seperti model kerucut terpotong atau seperti bentuk gunung terpotong dan bentuk ini biasanya disebut sebagai 'volcano case'. Caseback terdapat grafir bentuk pesawat terbang. Rantai yang dipakai memiliki lebar lugs 22mm dan tidak banyak jenis Omega yang menggunakan rantai dengan lebar lugs seperti ini. Dalam beberapa brosur Omega lama tidak semua FM menggunakan rantai, juga terdapat Omega FM yang menggunakan tali kulit.

Bagi saya sendiri jam ini merupakan salah satu 'jam impian' kaena selama ini saya hanya bisa melihat melalui gambar di internet. Salah satu hal yang saya sukai dari FM ini adalah kondisi dialnya yang masih tuh dan mulus. Dial bagian tengah berwarna abu-abu tua cenderung ke arah coklat. Jarum warna orange sudah mulai sedikit pupus dan berubah warna kearah kekuningan. Diameter jam ini cukup besar yaitu 42,6mm tanpa crown dan tinggi sekitar 52,25mm. Tebal jam 15,6mm dengan berat 139 gram. Dengan dimensi dan berat seperti ini mungkin akan tidak terasa nyaman bagi orang yang kurus atau pergelangan tangannya kecil.

Selasa, 11 Agustus 2009

Yang muda yang bergerilya

Para pemuda zaman sekarang sering bertanya, bagaimana pemuda dizaman perjuangan dahulu ? Maka saya memperlihatkan foto-foto koleksi yang saya miliki seperti diatas. Foto ini saya dapat tentu saja dari para pelaku yang kebanyakan sudah tiada. Pada gambar ini adalah pasukan SWK (Sub Wehr Kreise) 106 didaerah Solo. Tampak pakaian dinas militer, peci model prahu (muts) berwarna hitam, senjata ringan sampai berat yang dimiliki dan tentu saja sepatu yang cukup lumayan. Tidak sedikit yang pasang gaya dengan topi baja atau baret. Tapi yang pasti mereka adalah yang muda yang bergerilya dan gembira. Banyak dari mereka yang setelah pengakuan kedaulatan 1949, kemudian kembali ke sekolah atau melanjutkan ke Universitas. Tidak sedikit yang kemudian berhasil meraih titel sarjana.

Senin, 10 Agustus 2009

Film Merah Putih


Sebentar lagi kita bisa menonton sebuah film Epos Perang Kemerdekaan berjudul "Merah Putih". Film yang dibuat PT Media Desa boleh diacungkan jempol karena berani membuat film perjuangan dengan beaya besar. Kritikan pasti akan berdatangan karena film dibuat dengan seting sebuan kesatuan tentara yang sudah amat sempurna dalam pencitraan visualnya. Bagus sekali dilihat dari tenik pengambilan gambar maupun jalan ceritanya. Tapi bagi yang tahu bagaimana situasi kondisi tentara kita pada periode 1945-1949 film ini bagaikan bercerita dinegara lain. Untuk lengkapnya lihat http://www.youtube.com/watch?v=vAB_RPzA0Og. Foto atas adalah poster film Merah Putih yang bagus itu dan disebelah kanan foto Ipphos kira-kira pada bulan September tahun 1946. Peristiwanya "Parade pada upacara pembentukan Badan Kelaskaran Pusat di Yogyakarta". Foto macam ini cuma bisa dilihat di Museum barangkali.

Untuk Sang Merah Putih


Pada tahun 50-an ada film yang dibuat kalau tidak salah oleh PERFINI. Judulnya "Untuk Sang Merah Putih" pemeran utamanya Chatir Charo. Dalam film, Sutradara Usmar Ismail juga mementaskan konflik-konflik sosial dalam kancah Revolusi Kemerdekaan. Tahun 2009 dalam rangka menyambut Kemerdekaan Indonesia ke 64, diputar film "Merah Putih" yang kemungkinan juga memunculkan konflik sosial pada zaman perang kemerdekaan. Mampukah film Merah Putih 2009 ini mewakili semangat zaman saat itu ? Kita lihat saja bagaimana reaksi masyarakat menanggapi atau mengkritisi film ini. Mungkin yang penting, janganlah kita memadamkan semangat baru para produser ini untuk mengangkat film-film perjuangan kontemporer itu. Keterangan gambar : atas, foto yang dibuat tahun 1949 ketika pasukan Tentara Pelajar dibawah Brigade 17 memasuki kota Purwokerto dari Medan Gerilya. Tampak wajah mereka begitu muda tapi penuh semangat. Foto bawah, salah satu adegan dari film Merah Putih. Pakaian dinasnya bagus ya. Pake dasi lagi. Saya yakin semangat untuk mensukseskan film inipun juga besar

Pasukan Pengawal Presiden RI tahun 1945


Menurut Soediro (mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), Setelah Proklamasi, dr Muwardi memilih sejumlah juru pencak silat dibawah pimpinan Sumartojo. Dengan hanya bersenjata golok dan bambu runcing, dimulailah kegiatan Pengawalan Presiden RI, Soekarno. Foto ini ada dikoleksi Museum Bronbeek Belanda. Penjelasannya, menggambarkan para Pas.Wal.Pres tahun 1945 dimuka Rumah Proklamasi, jalan Pegangsaan Timur (kini jalan Proklamasi) no.56 Jakarta. Mungkinkah mereka itu yang disebut dalam bukunya Soediro "Sekitar Proklamasi". Kalau benar, seyogyanya mereka ini mendapat bintang jasa pemerintah.

Sabtu, 08 Agustus 2009

ROLEX Submariner 16610 Ca.2008

Salah satu 'my dream watch' adalah Rolex Submariner Date. Entah kenapa, setiap kali ada orang yang pakai Rolex ini saya selalu ingin lihat terus karena memang klasik sekali desainnya sekaligus gagah. Karena harganya yang tinggi (terutama yang vintage) akhirnya keinginan itu baru bisa terlaksana beberapa hari lalu.

Sebelumnya saya memang sudah memiliki sebuah Rolex Submariner No date (14060M) produksi tahun 2003 dan saya juga suka sekali dengan jam itu. Tapi, tetap tujuan utama saya adalah memiliki sebuah Rolex Submariner Date. Saya tahu salah seorang sobat saya memiliki jam ini saat mengunjunginya beberapa bulan lalu. Rolex Submariner yang dia miliki keluaran tahun 2008 dan tidak pernah dipakai sejak beli! dan hanya ditaruh saja dalam box-nya. "Seneng aja liatnya!", begitu jawabnya saat saya tanya kenapa beli tapi tidak dipakai.

Suatu kali saya memberanikan diri untuk kemungkinan saya meminang jam itu untuk saya miliki dan jawabannya sungguh menyenangkan. "Boleh saja pak. Bilang saja kapan bapak mau dan nanti jamnya saya bawa..". Wah, sip tenan! sekarang tinggal bagaimana untuk mengumpulkan 'amunisi' agar secepatnya bisa membawa jam ini pulang. Dengan terpaksa saya merelakan Rolex Submariner No date saya jual agar bisa untuk menambah dana pembelian jam impian saya ini. Kemudian karena ternyata masih kurang (karena saya mengambil jam Rolex lain juga..), dengan beat hati beberapa koleksi kesayangan berpindah pemilik.

Akhirnya, minggu lalu jam ini berhasil saya bawa pulang! kondisi jam seperti baru bahkan segala segel plastik dan barcode masih menempel pada jam ini. Walapun sayang, tapi karena jam ini mau saya pakai ya terpaksa segala segel itu saya buka..dan whollaa! bagus bangett!...

Karena Rolex ini merupakan produksi terbaru, maka ada perbedaan pada inner ring-nya. Pada iner ring terdapat rulisan ROLEX yang melingkar. Tanda ini tidak terdapat pada Rolex sebelumnya. casing jam terbuat dari baja 904L yang sangat tahan terhadap korosi. Jenis baja ini banyak digunakan pada industri kimia yang memiliki standar tinggi terhadap pengaruh zat kimia termasuk juga korosi. Dengan diameter 40mm, jam ini terasa sangat idel besarnya bagi sebuah jam sport. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Pas!

Pada caseback masih terdapat segel sticker plastik dari Rolex. Untuk jam-jam keluaran baru, olex tidak lagi menggunakan segel hologram berwarna hijau yang ditempel pada caseback dan diganti dengan segel plastik transparan. Pada claps masih juga menempel segel plastik berwarna merah. Gambar dibawah adalah perbandingan antara 2 buah jam Submariner non date dan date. Kedua jam tersebut keluaran tahun yang saa yaitu 2008. Sama gagah-nya!

Target berikutnya...hmmm..mungkin Rolex Explorer dial putih! nabung lagiii...

Jumat, 07 Agustus 2009

ROLEX 1675 GMT Master Ca.1979

Sudah lama sebenarnya saya punya keinginan untuk setidaknya memiliki satu saja Rolex sport vintage. Tapi karena harga saat itu untuk sebuah Rolex sport vintage jauh dari jangkauan kantong, maka keinginan selalu tertunda. Di saat yang tidak disangka salah seorang teman baik saya yang memiliki sebuah kios jam memberikan saya jam ini: Rolex GMT 1675 produksi tahun 1979. Saat saya lihat saya kira itu adalah GMT keluaran tahun 80-an karena kondisinya masih sangat bagus.

Teman saya bilang bahwa Rolex ini kondisinya memang masih sangat bagus dengan kondisi rantai masih utuh belum terpotong. Kondisi dial dengan finishing matte black dengan indeks dot berwarna putih, masih sangat bagus begitu juga dengan jarum jam, menit dan detik. Rolex ini sering disebut sebagai Rolex Pepsi karena warna bezel yang terdiri dari 2 warna yaitu merah dan biru. Warna biru untuk menunjukkan waktu malam dan dini hari, sedangkan warna merah menunjukkan waktu pagi, siang dan sore hari.

Kondisi bezel masih sangat baik dan warnanya belumlah pudar, kemungkinan bezel ini sudah diganti pada saat jam ini di service di RSC (Rolex Service Centre). Casing terutama bagian dalam dan caseback belum ada tanda-tanda keropos seperti yang biasa dialami oleh jam-jam vintage. Ini juga salah satu bukti kalau si pemilik awal merawat dengan baik jam ini.

Tipe Rolex GMT master terutama yang vintage banyak diburu oleh penggemar jam antik sebagai salah satu jenis jam yang kolektibel. Bahkan GMT master generasi sebelumnya dengan bentuk crown guard meruncing (pointed crown guard) harga-nya bisa jauh melampaui harga GMT master keluaran baru. Karena itu salah seorang rekan saya bilang sebaiknya kalau mau menyimpan Rolex sport vintage yang value-nya akan baik di masa depan, salah satunya adalah menyimpan Rolex jenis ini (1675). Kecenderungan harga-harga Rolex GMT vintage di pasar lar negeri sudah mulai menaik lagi setelah sempat turun karena efek dari krisis global.

Jam ini memang menjadi salah satu Cult Desain pada dunia horology karena itu desainnya bisa menjadi klasik dan tidak hilang ditelan jaman. Herannya, tipe GMT master vintage yang lebih disenangi apabila kondisinya sudah terlihat menua dengan perubahan warna pada bezel dan dial. Kaca mika pada jam ini juga membuat aura jam menjadi lebi klasik dan 'hangat'.




Rabu, 05 Agustus 2009

Why IIII instead of IV?

Sebuah pertanyaan yang menarik dan memang patut ditanyakan karena dirasakan tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku umum. Penggunaan bentuk IIII banyak diadopsi (bahkan mungkin semua) produsen jam dunia. Kenapa IIII? bukankah angka 4 biasanya ditunjukkan dengan bentuk IV?
Sebuah cerita mengisahkan seorang Clockmaker membuat jam khusus untuk seorang Raja Perancis saat itu yaitu Louis XIV. Saat ditunjukkan jam buatannya tersebut, sang Raja menolak dan meminta agar angka 4 dibuat dalam bentuk IIII dan bukannya IV seperti yang dibuat oleh Clockmaker itu. Walaupun sudah dijelaskan kebenarannya, sang raja tetap bersikeras agar bentuk diganti dengan IIII. Akhirnya Clockmaker menyetujui dan sejak saat itu hampir semua jam menerapkan bentuk IIII daripada IV untuk penunjuk jam 4.

Itu mungkin hanyalah sekedar cerita, namun memang kenyataannya sampai saat ini hampir semua jam di dunia menggunakan bentuk IIII sebagai penunjuk angka 4. Penjelasan lebih logis adalah berdasarkan dari sisi estetika. Sebuah jam dengan penunjuk angka Romawi akan terdiri dari bentuk I, V dan X yang tersebar. Apabila angka 4 dibuat dengan bentuk IV, akan terjadi 'ketidak-seimbangan' dari sisi estetika antara bagian kiri dial dan kanan dial. Bentuk VIII pada sisi kiri berhadapan dengan bentuk IV pada sisi kanan. Bentuk VIII dirasakan 'lebih berat' daripada bentuk IV, dan agar terjadi keseimbangan maka bentuk IV diganti dengan IIII.
Alasan lain penggunaan IIII dipilih daripada bentuk IV adalah dari sisi pemaknaan. Dalam Bahasa latin penggunaan bentuk IV tidak digunakan karena simbol IV merujuk pada salah satu Dewa orang Romawi yaitu Jupiter yang sering disingkat sebagai JU. Huruf J pada Bahasa Latin ditunjukkan dengan bentuk I sedangkan huruf U ditunjukkan dengan bentuk V, karena itu IV sama dengan makna JU yang berarti Jupiter. Karena itu sangat dihindari penulisan IV di tempat-tempat umum yang dianggap 'tidak terhormat'.
Apapun alasannya, kalau dilihat memang terasa lebih 'pas' menggunakan bentuk IIII daripada IV. Atau karena saya selalu lihat pakem seperti ini ya makanya saya bilang lebih 'pas'?